Dinda, Semua Berakhir Sudah...

November 22, 2016

dewa 19

Selain besar diiringi dengan "Rattle And Hum", "The Joshua Tree", "Appetite For Destruction", "Black Album", "Another Brick in the Wall" sampai "Disintegration" saya juga selalu membawa "Terbaik Terbaik" dan "Pandawa Lima" ke keseharian saya. Bangun tidur, berangkat ke sekolah, saat menjaga warnet, sampai ngobrol di miRC, album-album tersebut terpatri lekat di ingatan saya. 

Lihat artikel yang di-share oleh Dian Paramita di Facebook sore ini, membuat saya kembali memainkan lagu-lagu milik Dewa 19 mulai dari album Format Masa Depan, sampai Bintang Lima. Artikel yang dimaksud adalah artikel ini. Saya mendengarkan Dewa 19-yang lantas berganti nama menjadi Dewa-hanya sampai di album Bintang Lima, dimana Ahmad Dhani memasukkan segala aransemen musik yang bernuansa Timur Tengah, dengan penggalan-penggalan lirik yang terasa Kahlil Gibran sekali, bahkan sampai ke after taste-nya. Setelah itu, sejujurnya saya nggak mengerti Dewa mau dibawa ke mana. 

Sejak 2012 lalu, setiap kali saya tidak sengaja melihat berita tentang Ahmad Dhani ataupun Dewa, saya selalu spontan bilang, kalau masterpiece Dewa 19 dan Ahmad Dhani adalah album "Terbaik Terbaik". Walau setelah album Pandawa Lima rilis, dan nggak lama Ari Lasso hengkang, Ahmad Dhani membentuk Ahmad Band bersama Andra Ramadhan, yang sumpah satu album itu semua lagunya keren, buat saya "Terbaik Terbaik" akan tetap menjadi masterpiece

Sejak 2012 pula saya berusaha meyakinkan diri saya sendiri, bahwa.. Dinda, semua berakhir sudah.. Ahmad Dhani nggak akan kembali seperti sedia kala, nggak akan lagi mampu membuat karya-karya seperti Manusia Biasa, atau Restoe Boemi, atau Aspirasi Putih, atau Distorsi, atau bahkan Kuldesak. Saya patah hati, kehilangan sosok idola, yang walau gaya bicara dan gesturnya terlihat sombong (kalau rockstar mah sah saja, bisa lihat kelakuannya Axl Rose kan?), tapi nggak ada satupun yang nggak mengakui kalau karya-karyanya itu keren, dan sebegitu hebatnya memengaruhi anak-anak muda di jamannya. 

Orang tua sibuk menjodohkan? Langsung setel "Cukup Siti Nurbaya" kenceng-kenceng dari kamar. 
Nggak pingin putus dari pacar? Ambil gitar dan mainkan "Aku Milikmu" di hadapan doi.
Lagu wajib LDR-an? Pas lagi telepon, backsound "Kangen" pasti disetel.
Anak MAPALA sebelum berangkat nanjak, pasti selalu nyetel "Restoe Boemi".
Teman pakaw? Sembari dikuatin jangan sampai pakaw lagi, pasti ada saja yang setel "Kirana".
Malam mingguan menuju PIM, soundtrack pertamanya kudu "Selatan Jakarta".
Basian MADUMA, sambil makan nasgor pinggir jalan Asia Afrika Senayan, setel "Kamulah Satu-Satunya", pas balikkin piring ke tukang jualan, praktekkin jogetnya Ari Lasso.

Time flies, huh? It was 19 years ago. Sewaktu Negara ini sedang menghitung waktu menuju reformasi. 

Entah apa yang ada di pikiran Ahmad Dhani, mungkin beliau sedang menyiapkan kejutan di akhir perjalanannya nanti sebagai politikus. Karena buat saya, perjalanannya sebagai musisi hebat yang saya idolakan, sudah berakhir semenjak ia memutuskan menceburkan diri ke dalam kubangan politik. 


Kemang, 22nd November 2016
"Aspirasi Putih" - Dewa 19

You Might Also Like

0 comments